Alkisah
di sebuah kerajaan..
Hiduplah
seorang pangeran yang sangat tampan, bernama Pangeran Arka. Suatu hari,
pangeran tersebut berkuda bersama adiknya yang gagah berani dan ramah, yakni Pangeran
Ghandy. Keduanya berkuda menyusuri tepian sungai. Mereka tampak berkilauan
seperti matahari, sesuai dengan arti nama keduanya.
Saat
mereka melepas lelah di bawah sebuah pohon, desiran angin membawa sebuah suara
sayup-sayup seorang wanita. Pangeran Arkapun mencari arah suara merdu itu.
Ternyata
suara itu berasal dari hilir sungai, dimana seorang putri cantik sedang
menyulam diatas batu. Wajahnya bersinar-sinar bagai purnama. Dialah Putri
Candra Ratri, dari Kerajaan Bulan.
Putri
yang merasa diamati oleh pangeran terlihat malu, dan buru-buru pergi dengan tak sengaja meninggalkan hasil
sulamannya yang indah. Pangeran mengambil sulaman itu dan membawanya pulang ke
istana.
Kedua
pangeran pun pulang, tanpa mengetahui bahwa mereka sedang diamati oleh
seseorang dari atas pohon.
Pangeran
Arka yang merasa jatuh cinta dengan Putri Candra Ratri, bermaksud mengadakan
sayembara. Putri yang berhasil menyulam wajah dirinya dengan benang matahari,
akan dijadikan istri. Pangeran Arka yakin Putri Candra Ratri akan hadir dalam
sayembara itu dan memenangkannya.
Tibalah
hari sayembara. Ada tiga puluh putri yang mengikuti, termasuk Putri Candra
Ratri. Pangeran Arka meminta adiknya untuk menjadi juri dalam sayembara tersebut.
Pangeran
Ghandy mulai memeriksa hasil sulaman
para putri. Dia terkejut saat melihat
hasil milik Putri Candra Ratri. Bukan, bukan wajah Pangeran Arka dalam sulaman
tersebut, melainkan wajah dirinya.
Pangeran Arka terlihat marah. Namun tiba-tiba seorang
putri berselendang biru mengangkat hasil sulamannya. “Anda belum memeriksa
sulaman saya, Pangeran.”
Pangeran
Ghandy mendekat. “Ini…bagaimana bisa? Siapa namamu?”
“Putri
Taraka, dari Kerajaan Bintang.”
Pangeran
Arka terkejut dengan hasil yang dibuat oleh Putri Taraka. Sangat indah dan
memang wajah dirinya yang ada dalam sulaman.
Akhirnya,
dengan terpaksa Pangeran Arka menikahi Putri Taraka, yang kalah cantik dengan
Putri Candra Ratri.
Hari-hari
berlalu, Pangeran Arka tidak pernah menunjukkan kasih sayangnya terhadap Putri
Taraka. Ia pun lebih sering marah-marah, namun Putri Taraka tak pernah
mengeluh.
Suatu
ketika, Pangeran Arka meminta istrinya membuka selendang biru yang selalu
menutupi lehernya. Dengan halus Putri Taraka menolak, Pangeran Arka pun marah.
Dengan kasar ia menarik selendang itu, dan betapa terkejutnya ia. Leher Putri
Taraka terdapat sisik seperti ikan mas!
Sejak
kejadian itu, Pangeran mengurung diri di kamar. Putri Taraka selalu berusaha
membujuknya untuk makan, namun ia selalu dilempar cawan dan makian. Karena kondisi
Pangeran yang seperti itu, istana menjadi lengah. Merekapun diserang musuh,
Pangeran Ghandy tewas saat menyelamatkan keduanya ke dalam hutan.
Bukan
main, hancurnya hati Pangeran Arka. Didalam hutan, ia pun jatuh sakit. Putri
Taraka yang setia, mulai bekerja membangun tempat tinggal dan mencari makanan.
Suatu
malam, Pangeran Arka terbangun dan tidak mendapati istrinya. Ia pun keluar, dan
diatas pohon terlihat cahaya keperakan yang menyilaukan. Karena penasaran,
dipanjatlah pohon tersebut, namun sebelum berhasil meraih cahaya itu ia
terjatuh dan pingsan.
Esoknya,
Putri Taraka membuatkan bubur dan menyuapinya. Pangeran terkejut karena
istrinya terlihat berbeda dan terdapat pendar biru bercampur perak diseluruh
tubuhnya.
“Kau..apa
yang terjadi? Selendangmu? Sisikmu..menghilang?”
Putri
tersenyum. “Sisikku akan hilang saat aku mengeluarkan keringat ketulusan.
Kemarin aku bekerja keras untuk membangun kembali istana kita.” Ia pun
mengeluarkan sebuah kantong berisi sisik-sisik yang berkilauan.
“Sebagian
telah ku jual. Sebentar lagi kita akan memiliki istana baru. Semoga Pangeran
menyukainya.”
Dan
benarlah, sebuah istana kecil yang tak kalah indah dengan istana mereka yang
lama telah berdiri di tepi sungai yang sangat jernih. Putri Taraka pun membawa
sebagian prajurit dari Kerajaan Bintang.
“Satu
lagi…” Putri Taraka menunjuk sebuah batu ditengah sungai. Putri Candra Ratri
duduk diatasnya sambil menyulam. “Nikahilah dia, karena aku tahu Pangeran
sangat mencintainya..”
Pangeran
Arka tidak bisa berkata-kata. Putri Taraka yang ia benci, tampak bersinar .
Sedangkan Putri Candra Ratri mulai memudar dari pandangannya. Ia memeluk
istrinya dengan rasa penuh penyesalan.
“Maafkan
aku, Putri Taraka istriku..”
Akhirnya,
merekapun menjalani hidup baru dengan bahagia dan dikaruniai dua putri kembar.
Putri Kejora dan Putri Sitara.
Mungkin
cahaya bintang lebih redup, namun terkadang ia lebih berkilauan dan tak ada
fase untuk berubah seperti halnya bulan.
Doni menitikkan air
mata. Pandangannya masih tertuju di layar laptop milik istrinya itu. Tadi ia
melihat ada notifikasi email masuk dari sebuah majalah online. Ternyata kiriman
Ran diterima oleh media tersebut.
“Eh, ada apa?” Ran
muncul sambil membawa sepiring ubi rebus. Ia terkejut melihat Doni menyeka air
mata.
Doni menjawab dengan
pelukan. Ran makin heran.
“Sampai kapanpun,
kamulah istri terbaikku.” Gumamnya. “Kiriman kamu diterima tuh..”
Ran melihat email yang
sudah terbuka. Ia pun tersenyum.
“Alhamdulillah. Tapi sepertinya yang di majalah anak-anak belum ada
jawaban.”
Doni memperhatikan jari
mungil Ran yang memainkan mouse. Jari
yang menurutnya sangat ajaib, karena mampu melakukan berbagai hal. Seperti
tongkat sihir yang bisa menciptakan hal indah, tulisan hebat, masakan lezat,
dan rumah mungil yang selalu terawat.
“Kamu nggak ke Lani’s Ginger House kan?”
“Hari ini nggak ada
pesanan. Nggak kok, kenapa?”
“Nanti malam nonton
yuk.”
Ran mengernyitkan
kening keheranan. “Boleh. Ada film bagus apa?”
“Ayat-ayat Cinta 2 mau nggak?”
Ran tertawa. Ia
sebenarnya tidak terlalu suka ke bioskop. Bahkan ini baru kedua kalinya ia
menonton film layar lebar.
“Yah, baiklah.” Ran
mengangguk. Sebenarnya ia sedang menunggu novelnya terbit. Ia lebih suka
membaca langsung ceritanya, daripada menontonnya.
Handphone
Ran
berdering. Ada panggilan masuk.
“Ah, temanku yang waktu
itu. Mbak Anggi..”
“Ya sudah, aku mandi
dulu.”
Ran mengangkat
panggilan, namun bukan suara Anggi yang terdengar.
*
Tidak ada komentar :
Posting Komentar